Langsung ke konten utama

Bukan Saya, Allah yang Keren

 Bukan Saya, Allah yang Keren 

Oleh: @leciseira 


"Wah, masyaallah, kamu hebat banget." 


"Wah, kamu bener-bener menginspirasi aku. Bahagia banget bisa kenal orang kayak kamu." 


"Wah, kamu masih muda karyanya udah banyak, ya. Keren banget, masyaallah. Jadi minder." 


"Ajarin aku supaya bisa produktif kayak kamu, dong." 


Setiap hari, entah berapa puluh kalimat pujian mengalir dari setiap orang. Memasuki celah-celah terkecil hati. Mencipta setitik noda keangkuhan yang awalnya tak tampak. Namun, karena dibiarkan terus-menerus titik kecil itu bersemayam tanpa ada usaha untuk membersihkan, hati yang semula putih, niat yang semula lurus, perlahan menjadi salah dan berbelok. 


Disadari atau tidak, pujian itu lebih mengerikan daripada hinaan. Pujian seolah membangun dan menyemangati, padahal jika tak sesuai penempatannya justru bisa membunuh secara perlahan. Pujian itu jauh lebih tajam dibanding sembilu hinaan. Sekilas hinaan memang seolah menjatuhkan, tetapi setelah selesai masa kejatuhan, akan datang masa di mana kita mampu bangkit dari keterpurukan. 


Berbeda dengan pujian yang akan menaikkan hati. Membuat merasa nyaman dan puas akan pencapaian diri. Bahayanya lagi, lambat laun benih kesombongan akan mulai mengisi. Pada akhirnya, akan utuh dan mengambil alih hati. 


Astagfirullah. 


Kita hidup memang tak akan lepas dari pujian dan hinaan. Ada yang hidupnya selalu dibanjiri pujian. Ada pula yang hidupnya selalu dihujani hinaan. Namun, dampak dari keduanya tergantung pada cara kita menyikapi. Tergantung pada cara kita memilih dan memilah setiap perkataan yang mengalir dan berusaha memasuki hati. 


Saat tengah dipuji, jangan lantas berbangga hati. Membiarkan kesombongan menguasai. Kita tidak keren, kita tidak hebat. Allah-lah yang keren. Allah-lah yang hebat. Tanpa-Nya, kita tak akan mungkin bisa seperti sekarang dengan pencapaian yang luar biasa. 


Begitu pula saat tengah dihina, jangan lantas menganggap diri tidak berguna. Kita semua sama-sama makhluk yang lemah. Kita semua sama-sama makhluk yang selalu berbuat salah. Takada yang maha sempurna seperti-Nya. Kita hanya pendosa. Namun, jangan pernah berhenti mengharap rida-Nya. 


Allah yang keren, bukan kita.

Allah yang hebat, bukan kita. 

Kita hanya manusia biasa. 

Kita hanya makhluk yang penuh dosa. 




~Leci Seira 

Stabat, 24 November 2020 



#MujahidahWriter 

#InspiratorMuslimah 

Komentar

  1. Setuju banget aku dengan postingannya. Tetap rendah hati untuk terus-menerus belajar 😊👍

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tujuh Alasan Kenapa Saya Menulis. Kalau Kamu Bagaimana?

Assalamu'alaykum penulis-penulis hebat.. Wah ... ini perdana saya nulis blog loh, hihi :D Semoga tulisan saya bisa bermanfaat bagi teman-teman semuanya ya :) Aamiin.. Hari ini, saya akan membahas mengenai "7 Alasan Kenapa Saya Menulis." Nah, teman-teman disini pernah gak sih, mikirin alasan kenapa kita harus menulis? Pengin nulis, tapi gak punya alasan kuat untuk memulainya. Kalau pernah, hari ini saya akan kasih tau alasan kuat kenapa kita sebagai manusia harus menulis. Ini alasan saya lho, kalau teman-teman mau jadikan bahan renungan, Alhamdulillah banget. Tapi kalau temen-temen gak setuju, itu hak temen-temen ya. Hehe.. Ikuzo... 1. Berdakwah Lewat Tulisan     Jujur saja, sampai sekarang, ini menjadi alasan terkuat saya kenapa menulis. Saya sangat ingin menebarkan kebaikan melalui tulisan-tulisan saya. Saya bukanlah orang yang bisa memberikan motivasi secara langsung, atau menebarkan kebaikan secara langsung (terkadang juga bisa sih, hehe). Hanya saja, ket

Ya Allah. Aku Iri. Aku Cemburu

 Ya Allah. Aku Iri. Aku Cemburu  Oleh : @leciseira  Setiap kali aku melihat banyak orang yang selalu sanggup berlama-lama berinteraksi dengan Al-Qur'an, aku selalu cemburu. Aku iri. Mengapa aku tak bisa menjadi seperti mereka? Mengapa aku selalu malas melakukannya?  Setiap kali aku melihat banyak orang yang mampu konsisten menutup auratnya, aku selalu iri. Aku cemburu. Mengapa rasanya sulit sekali bagiku untuk melakukannya? Padahal, jauh di dalam lubuk hatiku, aku pun ingin melakukannya. Namun, selalu ada bagian dari hatiku yang seolah memberontak. Meski pemberontakan itu sudah berhasil aku kalahkan pun, selalu ada pihak yabg membuatku tak bisa menutup aurat dengan sempurna. Ya Allah, sesulit inikah jalan hijrahku?  Aku iri. Aku cemburu. Dengan banyak hati yang mampu menjaga kesuciannya. Sedangkan aku masih suka memendam perasaan yang tak seharusnya. Masih suka mengizinkan diriku jatuh cinta terlalu dalam selain pada-Nya.  Ya Allah. Aku cemburu. Aku iri. Mengapa sulit sekali menjad

"Jaga Lidahmu!" Hati-hati Membunuh Orang Lain dengan Perkataan!

"JAGA LIDAHMU!" Pernah denger kan, kutipan yang mengatakan bahwa "Lidah itu lebih tajam daripada pedang." Yap, itu bener. Bener banget  malah. Jadi, itu sebabnya kita mesti jaga lidah kita. Supaya nggak nyakitin hati orang lain! Lah, kok gitu? Iya! Karena, kita nggak akan pernah tau, sejauh mana perkataan kita bisa menyakiti hati orang lain. Kita nggak akan pernah tau, sejauh mana perkataan kita bisa membunuh mimpi orang lain. Dan kita nggak akan pernah tau, sejauh mana perkataan kita bisa melukai perasaan orang lain. Hei, nggak semua orang punya hati yang kuat! Banyak juga yang hatinya lemah. Yang nggak bisa denger kalimat kasar sedikit aja. Yang nggak bisa denger kritikan secuil aja. Yang nggak bisa denger hinaan sekelebat aja. Ada banyak orang yang hatinya lemah. Yang hatinya mudah terluka. Yang hatinya mudah merasa. Lantas, abis denger kalimat kita, jadi terpuruk, banyak pikiran, bahkan sampai sakit-sakitan. Nah, lho, ngeri, kan? I