Langsung ke konten utama

"Jaga Lidahmu!" Hati-hati Membunuh Orang Lain dengan Perkataan!

"JAGA LIDAHMU!"


Pernah denger kan, kutipan yang mengatakan bahwa "Lidah itu lebih tajam daripada pedang."


Yap, itu bener. Bener banget  malah. Jadi, itu sebabnya kita mesti jaga lidah kita. Supaya nggak nyakitin hati orang lain! Lah, kok gitu?


Iya! Karena, kita nggak akan pernah tau, sejauh mana perkataan kita bisa menyakiti hati orang lain. Kita nggak akan pernah tau, sejauh mana perkataan kita bisa membunuh mimpi orang lain. Dan kita nggak akan pernah tau, sejauh mana perkataan kita bisa melukai perasaan orang lain.


Hei, nggak semua orang punya hati yang kuat! Banyak juga yang hatinya lemah. Yang nggak bisa denger kalimat kasar sedikit aja. Yang nggak bisa denger kritikan secuil aja. Yang nggak bisa denger hinaan sekelebat aja. Ada banyak orang yang hatinya lemah. Yang hatinya mudah terluka. Yang hatinya mudah merasa. Lantas, abis denger kalimat kita, jadi terpuruk, banyak pikiran, bahkan sampai sakit-sakitan. Nah, lho, ngeri, kan?


Iya. Jadi, hati-hatilah dalam menggunakan lidah. Hati-hatilah dalam berbicara. Jangan hanya karena merasa udah akrab, lantas malah jadi makin suka-suka dalam bicara. Lalu, ketika dia sakit hati dan marah, kita malah berdalih kalau semua yang kita katakan hanya bercanda.


Hei! Nggak semua hal bisa dijadiin bahan candaan. Nggak semua hal yang menurut kita lucu, menurut mereka juga. Bisa aja itu nyakiti mereka. Bisa aja itu melukai mereka. Iya, kan?


Contoh kecil, kenapa kita lebih sering mengatakan, "Kau makin gendut aja.", atau "Kau kok makin kurus?", saat bertemu seseorang yang udah sekian lama nggak ketemu.


Saya suka heran. Ada lebih dari seribu kata yang bisa kita ucapkan saat menyapa orang lain. Tapi, kenapa harus kalimat yang menyakiti hati sih, yang kita ucapkan? Kenapa harus yang membuat orang terluka?


Contoh lain lagi, ketika kita menjadikan bentuk fisik orang lain sebagai candaan, dengan mengatai dia "badak", "gajah", "kuda nil", atau semacamnya jika orang itu bertubuh gemuk. Atau mengatai dengan "lidi", "cungkring", "tripleks", dan semacamnya jika orang itu bertubuh kurus, hanya karena ingin bercanda!?


Hei, sekali lagi, ada lebih dari seribu kata yang bisa kita jadikan bahan candaan. Tapi, kenapa kita justru lebih suka menggunakan candaan yang berpotensi menyakiti hati orang lain? Kenapa kita lebih suka menggunakan candaan yang akan menghancurkan hati orang lain?


Mungkin kita ngerasa mereka biasa aja karena nggak marah atau hanya diam aja. Tapi, kita nggak pernah tau isi hatinya. Kita nggak pernah tau gimana perasaannya. Kita nggak pernah tau seberapa hancur hatinya. Kalau sampai mereka diam aja, lalu membalas kita dalam doa. Habis kita!


Jadi, mulai hari ini, yuk sama-sama kita jaga lidah kita. Minimalisirkan menyakiti perasaan orang lain. Karena sekali lagi, kita nggak akan pernah tau, sejauh mana perkataan kita bisa membawa dampak buruk bagi kehidupan orang lain.




~Salam hangat, Leci Seira 💞


Stabat, 16 Juli 2020

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tujuh Alasan Kenapa Saya Menulis. Kalau Kamu Bagaimana?

Assalamu'alaykum penulis-penulis hebat.. Wah ... ini perdana saya nulis blog loh, hihi :D Semoga tulisan saya bisa bermanfaat bagi teman-teman semuanya ya :) Aamiin.. Hari ini, saya akan membahas mengenai "7 Alasan Kenapa Saya Menulis." Nah, teman-teman disini pernah gak sih, mikirin alasan kenapa kita harus menulis? Pengin nulis, tapi gak punya alasan kuat untuk memulainya. Kalau pernah, hari ini saya akan kasih tau alasan kuat kenapa kita sebagai manusia harus menulis. Ini alasan saya lho, kalau teman-teman mau jadikan bahan renungan, Alhamdulillah banget. Tapi kalau temen-temen gak setuju, itu hak temen-temen ya. Hehe.. Ikuzo... 1. Berdakwah Lewat Tulisan     Jujur saja, sampai sekarang, ini menjadi alasan terkuat saya kenapa menulis. Saya sangat ingin menebarkan kebaikan melalui tulisan-tulisan saya. Saya bukanlah orang yang bisa memberikan motivasi secara langsung, atau menebarkan kebaikan secara langsung (terkadang juga bisa sih, hehe). Hanya saja, ket...

Tuhan, Aku Merindukannya - Senandika Rindu

Hai, Fer. Aku rindu. Namun, sepertinya hingga kini aku masih tak bisa menitipkan rinduku untukmu. Tak apa. Sekarang aku sudah baik-baik saja. Lihat, aku sudah bisa tersenyum. Baiklah, maaf. Aku tahu, kesedihan ini masih kupendam sendirian. Kukubur dalam-dalam agar tak seorang pun mengetahuinya.  Kau tahu? Aku tak ingin membuatmu bersedih. Aku tak ingin membuatmu terluka. Setidaknya ... tidak lagi setelah kau pergi.  Aku sangat ingin membagikan kisah ini pada dunia, tapi ... hei. Aku tak tahu entah harus dari mana kisah ini dimulai. Bagiku, sejak kepergianmu, kisah ini sudah berakhir. Tak ada lagi yang tersisa. Tak ada lagi yang harus aku katakan. Kau tahu? Seberapa sesak rindu yang selama ini menghinggapi dadaku?  Hei, Fer. Aku masih ingat senyum yang kau sunggingkan malam itu. Indah sekali. Rasanya, jika saja aku tahu kau akan pergi, aku tak akan pernah lepas dari senyum itu. Akan aku simpan rapat-rapat dalam memoriku. Agar aku tak akan pernah melupakannya. Jika saja aku...