Langsung ke konten utama

Pujian Itu Seperti Belati

 Pujian Itu Seperti Belati 

Oleh: @leciseira


Bukan perkara mudah Allah berikan kita posisi tinggi. Karena akan ada banyak manusia yang lantas menyombongkan diri hanya karena merasa tinggi. Karena dilimpahi banyak prestasi, padahal Allah hanya menitipkan itu semua. Sewaktu-waktu Dia berhak mengambilnya kembali dari kita. 


Aku sendiri tidak percaya bisa sampai di titik ini. Titik di mana banyak orang yang memujiku setulus hati. Meski ada yang diam-diam menanam dengki. Ada pula beberapa yang iri, tetapi mereka jadikan motivasi untuk menjadi lebih baik lagi. 


Setiap hari, entah berapa banyak orang yang memujiku. Mengatakan semua kehebatan dan pencapaianku. Mengatakan betapa mereka mengagumiku, padahal sungguh, aku tak sehebat itu. Aku tak sesempurna itu. Aku tak seberprestasi itu. Aku masih hamba pembelajar yang masih terus belajar. Aku masih hamba pembelajar yang ingin terus belajar.


Jika saja Sang Mahacinta tak memberiku kesempatan untuk mengenal dua sahabat salihah yang senantiasa mengingatkan, mungkin hari ini aku sudah menjadi manusia sombong yang selalu membanggakan segala prestasiku. Aku pasti akan sulit mengendalikan diri atas apa yang kumiliki. 


Aku belajar lebih rendah hati lewat sosok Kak Prilli. Betapa saat tengah bertukar pesan dengannya, aku menemukam keteduhan lewat tutur katanya. Allah jauhkan dia dari sifat tinggi hati meski dia memiliki banyak prestasi. 


Sosok itu pula yang selalu bersedia mengingatkan, meski aku masih suka salah jalan. Dia selalu mengingatkan dengan cara paling baik, tidak membuatku merasa menjadi manusia paling banyak dosa dan salah. Dia tidak memaksa, tetapi kalimat nasihatnya selalu mampu membuka mata untuk kembali bermuhasabah. 


Aku ingat setiap kali Kak Prilli mengatakan bahwa aku selalu menjadi sumber motivasinya. Begitu pula Kak Chida yang selalu mengatakan bahwa aku adalah inspirasinya. Saat itu aku selalu bertanya-tanya, mengapa orang sepertiku yang masih penuh kekurangan ini mampu menjadi motivator dan inspirator bagi dua orang hebat? Lalu, saat aku selesai membaca buku "Mengolah Rasa Menggapai Asa" yang ditulis oleh Kak Chida, aku menyadari bahwa seorang inspirator mampu mengambil inspirasi dari mana saja dan dari apa saja. Seseorang yang bisa terinspirasi dari sesuatu hal sebenarnya dialah sang inspirator itu sendiri. 


Aku menyadari, semua kalimat mengenai diriku adalah sumber motivasi dan inspirasi mereka adalah bentuk kerendahan hati. Karena sungguh, pujian itu seperti belati. Yang kapan saja siap menikam jika kita tak mewawas diri. Pujian itu seperti sesuatu yang membuat kita terbang, tetapi bisa seketika menghempaskan sampai dasar paling dalam. 


Aku juga belajar dari Kak Chida bahwa ujian adalah sebuah pujian. Jika kita mampu mengolah semua pujian yang datang dengan baik, kita pun akan mampu menjadi lebih baik. Namun, jika kita justru tak pandai memilih dan memilah pujian itu, kita bisa saja akan terjatuh dalam keterbuaian akan semua perkataan. 


Itulah sebabnya, aku selalu takut menerima pujian. Aku takut menjadi sombong dan berhenti belajar. Aku takut menjadi sombong dan berhenti memperbaiki diri. Karena sesungguhnya apa-apa yang telah aku capai hari ini semua hanya karena Allah mengizinkan aku untuk mencapainya. 


Bukan aku tidak menyukai pujian itu. Sungguh, terkadang sesekali aku pun butuh pujian itu sekadar untuk membangkitkan semangat. Namun, selalu ikatkan kuat-kuat bahwa rendah hati menjagaku tetap mewawas diri. Bahwa masih terus ada hal-hal yang harus aku perbaiki. Tidak lantas membuatku lupa dan buta. Yang akhirnya justru meluluhlantakkan segala iman yang kupunya. 


Sungguh, kalian yang bersedia meluangkan waktu untuk membaca inilah yang selalu menjadi inspirasiku hingga saat ini. Kalianlah yang selalu menjadi motivasiku untuk terus tumbuh dan bisa sepenuhnya berpijak dengan kakiku sendiri. Jika kalian tidak selalu memberiku semangat, mungkin hari ini aku takada di titik ini. Mungkin aku masih belum bisa berbagi. 


Kuharap hatiku senantiasa Allah jaga dari rasa tinggi hati. Juga menghindarkanku dari sikap dengki. Kuharap hingga nanti aku masih bisa bersikap rendah hati dan ingat bahwa semua yang kumiliki saat ini hanya titipan dari Sang Ilahi. 


Terima kasih sudah menjadi pengingatku. Terima kasih sudah menjadi sumber inspirasiku. Terima kasih sudah menjadi motivatorku. Dan, terima kasih sudah selalu bersedia menyemangatiku. 




Stabat, 19 Januari 2021 


~Salam cinta tanpa syarat, Leci Seira 💞



#MujahidahWriter 

#InspiratorMuslimah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tujuh Alasan Kenapa Saya Menulis. Kalau Kamu Bagaimana?

Assalamu'alaykum penulis-penulis hebat.. Wah ... ini perdana saya nulis blog loh, hihi :D Semoga tulisan saya bisa bermanfaat bagi teman-teman semuanya ya :) Aamiin.. Hari ini, saya akan membahas mengenai "7 Alasan Kenapa Saya Menulis." Nah, teman-teman disini pernah gak sih, mikirin alasan kenapa kita harus menulis? Pengin nulis, tapi gak punya alasan kuat untuk memulainya. Kalau pernah, hari ini saya akan kasih tau alasan kuat kenapa kita sebagai manusia harus menulis. Ini alasan saya lho, kalau teman-teman mau jadikan bahan renungan, Alhamdulillah banget. Tapi kalau temen-temen gak setuju, itu hak temen-temen ya. Hehe.. Ikuzo... 1. Berdakwah Lewat Tulisan     Jujur saja, sampai sekarang, ini menjadi alasan terkuat saya kenapa menulis. Saya sangat ingin menebarkan kebaikan melalui tulisan-tulisan saya. Saya bukanlah orang yang bisa memberikan motivasi secara langsung, atau menebarkan kebaikan secara langsung (terkadang juga bisa sih, hehe). Hanya saja, ket

Ya Allah. Aku Iri. Aku Cemburu

 Ya Allah. Aku Iri. Aku Cemburu  Oleh : @leciseira  Setiap kali aku melihat banyak orang yang selalu sanggup berlama-lama berinteraksi dengan Al-Qur'an, aku selalu cemburu. Aku iri. Mengapa aku tak bisa menjadi seperti mereka? Mengapa aku selalu malas melakukannya?  Setiap kali aku melihat banyak orang yang mampu konsisten menutup auratnya, aku selalu iri. Aku cemburu. Mengapa rasanya sulit sekali bagiku untuk melakukannya? Padahal, jauh di dalam lubuk hatiku, aku pun ingin melakukannya. Namun, selalu ada bagian dari hatiku yang seolah memberontak. Meski pemberontakan itu sudah berhasil aku kalahkan pun, selalu ada pihak yabg membuatku tak bisa menutup aurat dengan sempurna. Ya Allah, sesulit inikah jalan hijrahku?  Aku iri. Aku cemburu. Dengan banyak hati yang mampu menjaga kesuciannya. Sedangkan aku masih suka memendam perasaan yang tak seharusnya. Masih suka mengizinkan diriku jatuh cinta terlalu dalam selain pada-Nya.  Ya Allah. Aku cemburu. Aku iri. Mengapa sulit sekali menjad

"Jaga Lidahmu!" Hati-hati Membunuh Orang Lain dengan Perkataan!

"JAGA LIDAHMU!" Pernah denger kan, kutipan yang mengatakan bahwa "Lidah itu lebih tajam daripada pedang." Yap, itu bener. Bener banget  malah. Jadi, itu sebabnya kita mesti jaga lidah kita. Supaya nggak nyakitin hati orang lain! Lah, kok gitu? Iya! Karena, kita nggak akan pernah tau, sejauh mana perkataan kita bisa menyakiti hati orang lain. Kita nggak akan pernah tau, sejauh mana perkataan kita bisa membunuh mimpi orang lain. Dan kita nggak akan pernah tau, sejauh mana perkataan kita bisa melukai perasaan orang lain. Hei, nggak semua orang punya hati yang kuat! Banyak juga yang hatinya lemah. Yang nggak bisa denger kalimat kasar sedikit aja. Yang nggak bisa denger kritikan secuil aja. Yang nggak bisa denger hinaan sekelebat aja. Ada banyak orang yang hatinya lemah. Yang hatinya mudah terluka. Yang hatinya mudah merasa. Lantas, abis denger kalimat kita, jadi terpuruk, banyak pikiran, bahkan sampai sakit-sakitan. Nah, lho, ngeri, kan? I